script type= "text/javasript">if Catatan Cinta Ibu Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Sebuah surat kecil: Bahagiakah Kau Bersamaku

Foto: dokpri N ak, ibu ingin menulis surat terbuka untukmu. Ibu ingin mengenang kembali peristiwa yang sudah kita lewati. Semoga saat membaca surat ini, hatimu akan tersentuh, dan menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Nak, saat kau lahir, apakah kau tahu, ibu sudah menjadi IBU yang bahagia.  Kau adalah bayi cantik dan sangat sehat. Terlihat dari sinar di bola matamu. Bagai bintang kejora yang indah. Kau adalah anak pertama yang kumiliki. Dua adikmu  belum  lahir saat itu. Maka bukan waktuku saja yang melimpah untukmu, tapi hatiku. Kita punya banyak kenangan yang tak bisa kusebutkan semuanya di sini. Bagaimana kalau beberapa saja yaa, Nak. A pakah kau  ingat, dulu saat kau masih balita, sehabis mandi sore ibu mendandani dirimu. Kau cantik dan wangi. Lalu kita berjalan pelan ke mulut gang, berharap berpapasan dengan kedatangan Abahmu. Abahmu datang dengan sepedanya (sepeda sang bos yang dipinjamkan kepada Abahmu. Abahmu). Saat kita sudah menemukan Abahmu, kau akan dibawanya pulang sam

Ibu telah Berpulang

Foto: dokpri S eperti Anda yang tengah membaca tulisan ini, aku juga tidak akan lupa tanggalnya, kapan ibu berpulang .  Ibu telah melahirkan kita ke dunia. Dan sejak saat itu ibu selalu berjuang untuk kehidupan dan kebahagiaan anak-anaknya. Apalagi aku juga seorang ibu dari tiga anak perempuan. Aku seakan paham jasa-jasa ibu. Maka insya Allah aku tidak lupa memanjatkan doa untuk ibu. Sehabis sholat, maupun di waktu aku teringat dan terkenang akan ibu.  Aku tidak tahu, apakah ini arti kehilangan , atau kesedihan , atau bakti yang terakhir . Tapi begitulah. Aku sulit membuang bayang-bayang dan kenangan tentang ibu. Gambar-gambar ibu terbang menari-nari di pelupuk mata, melayangkan khayalan ke masa lalu. "Jangan terbawa jalan-jalan setan..." pesan adik laki-lakiku. Rasa kehilangan orang yang kita cintai, seringkali dianggap wajar, dan membuat kita larut. Menangis, meratap, meraung, semata-sema karena tidak rela dan sedih secara mendalam. Tapi aku tidak menangis, tidak

Peluk Ibu Selalu

Mengapa kupilih judul ini, tdak lain karena aku ingat anak perempuanku ke3. Dia masih kecil, dua setengah tahun.  Bisa kugambarkan bahwa dia cantik, mungil, lucu, dan soleha. K ecantikannya, sekalipun tak melebihi balita lainnya yang mengundang hati untuk mencium dan menggendongnya. Dia m ungil... dan nyaman untuk dipeluk kapan saja. S ering membuat hati tersenyum, tergelak, terbahak... dan s oleha karena hafal beberapa doa, serta hampir selalu ikut sholat di sampingku. Dan  seperti judul yang kupilih, anakku ini selaluuu sayang ibu... Harus kuakui, dari ketiga anak perempuan yang Allah berikan, mereka memiliki keistimewaan masing-masing. Aku pun tidak ingin memilih kasih pada salah satu dari mereka. Aku ingin jadi seorang ibu yang bijak. Ibu yang adil. Tadinya, saat aku tengah mengandung, sempat terlintas dan was-was kalau-kalau perasaan kami (aku dan suami) saat kelahirannya nanti, tidak akan amazing seperti saat pertama kali kami dan Anda semua mempunyai bayi.  Ternyat