script type= "text/javasript">if Rumahku di Pinggir Hutan Langsung ke konten utama

Rumahku di Pinggir Hutan



Foto: pribadi

Kami beruntung tinggal di area tanah yang luas. Sepintas suasananya seperti hutan memang. Ditemani pohon-pohon tinggi, tapi tak bisa dibilang besar. Di kejauhan nampak atap-atap rumah berjajar rapi khas perumahan. Di atas perbukitan pastinya.

Lalu apakah kami merasakan kesan sunyi? Tentu saja iya. 

Pagi hari burung-burung kecil pada ngoceh. Tapi tak berlangsung lama. 

Sesekali juga terdengar suara tupai. Girang melompat mencari buah mangga yang baru dua biji. Maklum baru belajar berbuah, kata misua.

Selain bentuk tubuh tupai yang lucu: badannya kecil dan ekornya mirip pembersih botol, ada hal nyebelin dalam diri si tupai. Setidaknya itu pengalaman misua yang gemes karena cempedak yang baru dua biji berbuah (loh...janjian ya dengan mangga) ludes pula dalam dua hari misinya. Tupai punya misi,  catat.

Sebenarnya kami belum lama tinggal di sini. Tepatnya baru dua tahun. Dan pohon-pohon yang baru belajar berbuah tadi, adalah hasil tangan dingin bapak.

Kondisi tanah untuk berkebun sebenarnya tak terlalu mendukung. Tapi misua semangat saja menanam beberapa pohon lain. Nangka, rambutan, sirsak, dan jeruk. Semua dari bibit unggul. Dan aku sangat gembira membayangkan beberapa waktu lagi bisa makan banyak buah-buahan yang ditanam sendiri. Bukan hasil panen dari pasar. Haha...

Tinggal di lokasi jauh dari tetangga, jalan setapak pula, menjadi pengalaman pertama kami. Bagaimana menyesuaikan diri dengan alam liar, alam bebas. (ck...ck...hiperbolis)

Entah sudah berapa anak ular mampir ke rumah pondok kami, dari beberapa jenis yang berbeda. Ular hijau, ular hijau berekor merah, ular welling, ular hitam. Woaa... 

Apa kami merasa takut? Jelas iya.

Bahkan selain ular, ada juga  biawak dewasa. Tubuhnya sebesar paha dengan lidah membelah dua. Warnanya cokelat terang, mirip sebatang kayu kering tergeletak di tanah.

Kalau hewan primata ini muncul, ayam peliharaan kami langsung heboh. Langsung membuat handphone di tangan terlepas. 

Wahh...! 

Maksudnya disimpan dulu. Karena buru-buru keluar rumah sambil menenteng sebatang kayu yang sudah dipersiapkan, untuk dilemparkan.

Hopp...!! 

Biawak lari tunggang langgang. Haha... Bersyukur di tempat sesunyi ini ada hiburan. Setidaknya sesekali. 

Apa kami terdampar sampai di sini? 

Entah apa istilah yang cocok. Tapi kami bersyukur saja. Karena dengan bersyukur,  Allah akan menambahkan nikmatNya.

Contohnya, di saat masyarakat mendapatkan air bersih PDAM secara bergilir, kami mudah saja menimba air dari sumber. 

Kenapa bergilir? Ya, karena persediaan air terbatas. Dalam empat sampai tujuh hari, mendapat giliran dua hari air mengalir. Terkadang malah dua minggu sekali. Olala...

Tak heran setiap rumah warga mempunyai satu sampai tiga tandon penampungan dua ribu liter.

Bagaimana jika persediaan air mereka habis?

Para warga menggunakan kemungkinan kedua, yaitu membeli air dari jasa pesan antar per tandon.

Alhamdulillah kami hanya ikut lihat sambil lewat. Kami tak perlu menyisihkan dana untuk mengatasi kebutuhan akan air bersih.

Foto: pribadi

Dan yang paling nikmat tinggal di tempat tenang seperti ini adalah tak bising lalu lalang kendaraan. 

Wilayah ini agak terpencil dan menepi. Akses masuknya merupakan tanjakan dan turunan kecil berlanjut dengan jalan setapak yang licin kalau hujan turun.

Nah, plus nya tinggal di tempat terpencil seperti ini adalah anak-anak bebas berlarian di hamparan pasir.

Ada hamparan pasir segala?

Jadi di bagian atas bukit adalah area perumahan, di bagian bawah adalah hamparan pasir seluas lapangan, dan di sekelilingnya adalah pepohonan pinggir hutan.

Sebenarnya tak banyak memang penduduk yang menemani kami tinggal di sini. 

Terkadang melintas juga dalam pikiranku, sampai berapa lama kah kami akan tinggal di sini?

Entahlah.


Komentar

  1. Turut bahagia dengan cara hidup anda yang penuh rasa syukur . Subhanallah.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah...terima kasih...
      Semoga kita menjadi hamba yang pandai bersyukur, amin.

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dengan sopan.

Postingan populer dari blog ini

Sebuah surat kecil: Bahagiakah Kau Bersamaku

Foto: dokpri N ak, ibu ingin menulis surat terbuka untukmu. Ibu ingin mengenang kembali peristiwa yang sudah kita lewati. Semoga saat membaca surat ini, hatimu akan tersentuh, dan menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Nak, saat kau lahir, apakah kau tahu, ibu sudah menjadi IBU yang bahagia.  Kau adalah bayi cantik dan sangat sehat. Terlihat dari sinar di bola matamu. Bagai bintang kejora yang indah. Kau adalah anak pertama yang kumiliki. Dua adikmu  belum  lahir saat itu. Maka bukan waktuku saja yang melimpah untukmu, tapi hatiku. Kita punya banyak kenangan yang tak bisa kusebutkan semuanya di sini. Bagaimana kalau beberapa saja yaa, Nak. A pakah kau  ingat, dulu saat kau masih balita, sehabis mandi sore ibu mendandani dirimu. Kau cantik dan wangi. Lalu kita berjalan pelan ke mulut gang, berharap berpapasan dengan kedatangan Abahmu. Abahmu datang dengan sepedanya (sepeda sang bos yang dipinjamkan kepada Abahmu. Abahmu). Saat kita sudah menemukan Abahmu, kau akan dibawanya pulang sam

Asam-asam Peda (kuliner suku Banjar)

Ikan asin peda (foto: dokpri) Dari judulnya, aku sedang tertarik membahas satu masakan istimewa suku Banjar.  Aku sendiri bisa dibilang penikmat Asam-asam Peda.  Peda adalah nama jenis ikan asin yang banyak dijumpai di Banjarmasin dan Samarinda. Dua kota ini tak terlalu berdekatan jaraknya. Beda propinsi, malah. Tetapi banyak dari penduduk asli Banjarmasin dan sekitarnya yang merantau sampai ke kota Samarinda.  Samarinda sendiri mempunyai suku asli Kutai dan Dayak. Namun oleh beberapa faktor, kota ini sudah memikat orang-orang dari berbagai penjuru untuk datang dan menetap. Jadilah suku aslinya tak terlalu tampak. Alias kalah jumlah. Itu tadi sekilas tentang orang Banjar yang merantau sampai ke Samarinda. Nah, sudah kebiasaan perantau bila harus kangen masakan dari kampung halamannya. Terutama saat rindu pulang tapi tak pulang-pulang. Dari sekian banyak kuliner suku Banjar, yang mudah dieksekusi para "perindu" salah satunya adalah si ikan Peda. Ikan Peda adalah ikan asin yang

Ibu telah Berpulang

Foto: dokpri S eperti Anda yang tengah membaca tulisan ini, aku juga tidak akan lupa tanggalnya, kapan ibu berpulang .  Ibu telah melahirkan kita ke dunia. Dan sejak saat itu ibu selalu berjuang untuk kehidupan dan kebahagiaan anak-anaknya. Apalagi aku juga seorang ibu dari tiga anak perempuan. Aku seakan paham jasa-jasa ibu. Maka insya Allah aku tidak lupa memanjatkan doa untuk ibu. Sehabis sholat, maupun di waktu aku teringat dan terkenang akan ibu.  Aku tidak tahu, apakah ini arti kehilangan , atau kesedihan , atau bakti yang terakhir . Tapi begitulah. Aku sulit membuang bayang-bayang dan kenangan tentang ibu. Gambar-gambar ibu terbang menari-nari di pelupuk mata, melayangkan khayalan ke masa lalu. "Jangan terbawa jalan-jalan setan..." pesan adik laki-lakiku. Rasa kehilangan orang yang kita cintai, seringkali dianggap wajar, dan membuat kita larut. Menangis, meratap, meraung, semata-sema karena tidak rela dan sedih secara mendalam. Tapi aku tidak menangis, tidak

Indahnya Punya Tiga Anak Perempuan

Taman Balaikota Palu Punya tiga orang anak perempuan dalam rentang 9 tahun, rasanya sungguh luar biasa  Moms . Yang pasti seru dan bahagia.  Saya juga serasa diberi tantangan menghadapi keunikan dan hasrat mereka. Alhamdulillah  dengan berjalannya waktu, trik menghadapi anak-anak perempuan yang berbeda usia ini, dapat saya kuasai. Dan berikut ringkasannya: Awali dengan memberi pengertian Tentu setiap tindakan harus diawali dengan pola pikir.  Moms  bisa menerangkan hal mana yang baik, kurang baik, tidak baik, dan hal mana yang salah, beserta alasannya.  Gunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai usia anak. Pekerjaan ini diibaratkan mengisi botol . Perlu takaran, kesabaran, bahkan berulang-ulang.   Tetapi lambat laun mereka akan mengerti. Beri waktu Hal apapun yang Moms  ajarkan kepada anak-anak, tidak akan secara express  diserap dan dilaksanakan oleh mereka. Bahkan setiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk "mencerna"nya. Ada yang cepat paham, dan ada yang membutu

Menikmati Pagi untuk Energi

Foto: Ayra Amirah Moms, sebagian kita sudah tahu benar apa manfaat bangun pagi. Bahkan sudah melakukannya. Tapi sebagian yang lain lagi, memilih "memanjangkan" jam tidurnya sampai menjelang siang.  Bangun pagi adalah awal kita beraktifitas. Ada yang ke sawah, ada yang ke sekolah, ada yang ke kantor, ataupun hanya ke pasar. Nah pertanyaannya, mengapa kita sibuk seperti itu ya, Moms ? Apakah kita sudah masuk dalam suatu lingkaran? Kita sibuk mengejar dunia, dan senang hidup penuh rencana, target, dan cita-cita. Lalu setelah sekian lama, berbulan, bertahun, bergelut seperti itu, apakah kita jadi jenuh? Bosan dan butuh liburan? Moms,   coba perhatikan. Justru ada sebagian orang lain lagi yang mempunyai waktu lebih fleksibel.  Mereka lebih "mungkin" menyapa alam. Menghayati jengkal demi jengkal. Sungguh yang Allah ciptakan itu tidak sia-sia. Lalu bagaimana cara menikmati alam yang Allah berikan untuk kita manusia?  Simpke kok Moms. Cukup melangkahkan kaki ke