script type= "text/javasript">if 7 Hari Pertamaku Menjadi Ibu Langsung ke konten utama

7 Hari Pertamaku Menjadi Ibu

Sahabat pembaca, kali ini aku akan berbagi pengalaman 7 hari pertamaku menjadi ibu. Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda. Semoga bermanfaat ya..


5 desember 2007 adalah hari istimewa bagiku. Saat itu aku bahkan belum mempersiapkan seluruh kebutuhan untuk menyambut kelahiran anak pertamaku. Ya dan persiapanku baru sekitar lima puluh persen. Tapi kesiapan mental, aku sangat siap. Hatiku berbunga-bunga. Aku tidak sabar untuk bertemu bayi yang ada di perutku. Tepat, jika sahabat mengartikannya bahwa aku penasaran.

Pagi itu, aku bahkan masih berbelanja sayur dan juga cemilan untuk tetamu kala aku melahirkan. Maklum aku dan suami adalah perantau. Tidak kusangka jam 5 sore aku mulai merasakan mules ringan. Wahh, sudah dekat nih...

Alhamdulillah, tepat jam 5 saat azan subuh, bayiku terlahir dengan persalinan normal dan kami beri nama Alya. Ia mempunyai kulit begitu putih, rambut begitu hitam, bibirnya mungil, dengan berat badan 3500 gram dan panjang 50cm. Bayiku begitu bersih, kata bidannya, tanpa darah ataupun lendir. Hanya perlu selembar tisu basah untuk menyeka. Alya benar-benar tak merepotkanku. Yang tadinya aku mendengar bahwa melahirkan anak pertama itu lebih susah dari anak kedua, aku justru tak mengalaminya. Alhamdulillah Engkau beri hamba kemudahan ya Allah...

Aku membuka mata untuk hari pertamaku menjadi ibu. Wow, sekarang aku seorang ibu. Di sampingku sekarang ada bayi mungil terbalut bedong batik, tengah terlelap.

Tapi kebahagiaan kami diuji dengan satu masalah. Walaupun prinsip memberi ASI sudah menjadi harga mati untuk suamiku, ternyata bayi Alya tidak mau atau tidak dapat menyusu. Ia tidak dapat menemukan putingnya karena sepertinya bidannya masih mengantuk waktu itu, hingga melewatkan yang namanya IMD (inisiasi menyusu dini). Suatu kegiatan meletakkan bayi baru lahir di dada ibunya dengan maksud bayi mampu eksplor dan menemukan putingnya. Aku sendiri tak paham adanya teknik ini, sahabat pembaca jangan mencontoh kealpaanku ini ya. Karena IMD sangat penting artinya bagi ibu dan bayi. Waktu itu belum adalah(baca: belum familiar) browsing-browsing untuk menimba ilmu dari pengalaman orang lain. Apalagi kami hanya tinggal di kabupaten kecil. Yang menonjol justru kebiasaan orang-orang tua untuk menangani dan merawat ibu dan bayi baru lahir. Oya, selain IMD yang terlupakan, bayu Alya merasa kesulitan menyusu, disebabkan puting belum terbentuk sebagaimana mestinya. Aku lalu dimandikan oleh seorang nenek dukun bayi (di perkotaan memang tidak ditemukan tenaga berpengalaman seperti ini). Setelah mandi dan berganti pakaian, saat aku mencoba menyusui bayiku, alhamdulillah...bayi Alya perlahan tapi pasti paham dan menyukai putingnya. Bayi Alya pun menyusu dengan puasnya. Demikianlah, masalah teratasi. Aku berterima kasih karena mereka sudah membantuku banyak. Hehe...

Nah, salah satu kebiasaan orang tua tadi adalah menyuapi ibu yang sudah melahirkan, dengan sepiring bubur hangat dan telur ayam kampung. Alhamdulillah karena enak, dan gratis, hehe... Tak perlu masak sendiri, para tetangga menyediakan dan menyuapiku. Asyiiikk... Katanya, ibu yang baru melahirkan tidak boleh makan yang susah dicerna, mengingat luka dalam perutnya. Dan telur ayam untuk cepat memulihkan stamina. Terima kasih ya, terima kasih...
Yang kedua, selama seminggu, ibu yang baru melahirkan ini mesti menggunakan air hangat untuk mandi dan juga saat buang air kecil. Mandi ini bermanfaat untuk relaksasi dan melancarkan peredaran darah dan ASI. Dalam hal ini aku berterima kasih pada suami yang menyediakan air mandi hangat setiap jam 6 pagi. Terima kasih ya sayang...
Rambutku juga disisirkan suami, karena katanya ibu yang baru melahirkan tidak boleh mengangkat tangannya tinggi-tinggi, tak boleh menghentak tangan, demi tidak mengganggu ASI yang sedang tenang. Alhamdulillah...nasihat orang-orang tua di kampung sini, membuatku merasa diperhatikan suami dengan peran-peran kecil ini.

Hari kedua
Bayi Alya lahir di musim hujan saat itu. Aku tidak bisa mempertemukannya dengan sinar matahari pagi yang belum pernah diketahuinya. Aku bahkan berusaha agar bayiku tidak kehabisan popok kainnya (entah kenapa waktu itu ngga ada pikiran dengan popok sekali pakai, hehe) baju lengan panjang, serta celana panjang. Malam hari aku buru-buru menyetrika pakaian Alya. Biar tidak lembab dan benar-benar kering, maupun membunuh bakteri kalaupun ada.

Sahabat pembaca,  seketika aku mulai merasa khawatir karena itu berarti bayi Alya tidak akan mendapatkan sinar matahari pagi yang aku tahu bermanfaat untuk mengubah pro vitamin D. Atau dengan kata lain penting untuk pembentukan tulang dan giginya kelak. Atau sinar matahari pagi ini penting untuk membantu fungsi organ hati yang belum sempurna  Aku khawatir bayi Alya akan menjadi kuning akibat bilirubin yang belum normal jumlahnya.

Di hari ketiga, aku menunggu kedatangan bidan yang menolong persalinanku. Biasanya ia datang antara jam 8 sampai jam 9 pagi untuk membantu mmandikan bayi Alya. Mungkin ia sibuk di rumah sakit, pikirku. Akhirnya aku berinisiatif memandikan bayiku sendiri. Apa aku bisa? Apa aku berani? Jawabannya, tentu aku harus berani! Terutama saat di perantauan seperti ini, aku harus banyak belajar dan tidak boleh manja. Aku pun mulai menyiapkan air hangat dan sabun. Mempersiapkan juga bedak, minyak telon, serta pakaian ganti. Aku mengingat-ingat cara yang diajarkan bidanku waktu itu. Cara memegang bayi di dalam air, serta bagaimana merawat tali pusatnya setelah mandi, dan bla bla bla akhirnya selesai. Aku cukup berkeringat, seperti habis olahraga.

Sahabat pembaca, tantangan berikutnya adalah saat diam-diam abah Alya justru merasa tertekan dan sensitif. Pada saat yang sama aku tengah larut dalam rutinitas baruku. Aku sangat merasa bahagia dan bersemangat menjadi ibu, dan tanpa sadar aku telah mengabaikan keadaan suami yang kala itu risau tentang pekerjaannya. Aku pun lantas berusaha memperbaiki kesalahanku. Nah sahabat, erutama yang sedang mempersiapkan kelahiran bayi pertamanya, jangan sampai terlena sepertiku yaa hehe...

Hari keempat
Alhamdulillah...pagi ini cuaca bagus. Pelan-pelan matahari muncul di pekarangan depan. Aku membaca bismillahirrahmaanirrahiim, lalu melewati pintu sambil menggendong bayi Alya keluar. Di kampung ini banyak sekali cerita mistik tentang orang melahirkan, bahkan bayi. Tidak ada cara lain bagiku kecuali meminta perlindungan kepada Allah, seandainya bayi Alya harus kubawa keluar kamar seperti sekarang.

Agak geli juga saat ada tetangga yang lewat dan menyapa kami. Saat itu aku memakai ramuan tradisional yang dibalur di keningku, lalu dibalut kain pengikat. Gunanya adalah untuk mencegah naiknya darah putih ke kepala setelah melahirkan. Terbuat dari daun turi yang ditumbuk halus dan ditambahkan beberapa merica dan garam. Rasanya dingin seperti kompres. Nah, bagaimana dengan sahabat di daerahnya masing-masing?

Hari kelima
Bayi Alya masih tertidur, saat seorang nenek datang untuk mengurut badanku(baca: message). Yah, kalau di kampung, ibu melahirkan akan diurut sebanyak 3 kali dengan tujuan mengembalikan stamina dan melancarkan darah setelah melahirkan. Bukankah dalam proses persalinan, kita mengeluarkan banyak tenaga dan menegangkan semua otot? Terima kasih ya nek...berkat keikhlasan nenek, aku bisa cepat pulih dan badanku jadi enteng. Hehe...
Oya, hari ini aku mendapat kejutan dari bayiku. Yaitu tali pusatnya terlepas karena kering dan tidak infeksi. Mereka bilang itu bagus. Umumnya sih satu minggu umur bayi, baru jatuh/terlepasnya tali pusat. Alhamdulillah...berarti fase ini selesai tanpa mrninggalkan masalah infeksi. Allah sekali lagi telah memberiku kemudahan.

Hari keenam, saat bayi Alya pulas, aku melakukan me time (walau waktu itu aku belum pernah mendengar istilah ini). Sederhana saja, yaitu aku mengambil lulur dan mulai membersihkan sel kulit mati yang rasa-rasanya cepat sekali menumpuk akibat aku terlalu aktif dan berkeringat, hiks.. Perlahan pikiranku melayang santai.
Beberapa ibu mengalami baby blues pasca melahirkan. Salah seorang teman mengaku pernah mengalaminya. Aku tidak habis pikir. Teman tersebut menceritakan pada kehamilan pertamanya, dia kurang mendapat perhatian dari sang suami. Maklum mereka menikah karena perjodohan. Perasaan diabaikan dan tidak dihargai ini berlangsung sampai setelah melahirkan. Bukannya merasa bahagia karena mendapat anak pertama berjenis kelamin laki-laki, teman tersebut justru sedih, tertekan, dan stes. Perlahan tapi pasti hal tersebut mulai menimbulkan halusinasi negatip. Aku ngeri mendengarnya, tapi aku tidak akan menuliskan halusinasi teman tersebut mengenai bayinya di sini.

Hari ketujuh
Seperti biasanya sekitar jam 10 pagi, abah Alya belum terlalu lama pergi ke tempatnya bekerja. Aku baru saja selesai menjemur pakaian dan memasak sayur bayam merah. Konon bayam merah memiliki kandungan penambah darah lebih tinggi dari bayam hijau. Sesaat mataku melirik bayi Alya. Sepertinya aku tidak punya waktu bahkan 5 menit saja untuk menikmati sepiring nasi dan sayur bayam. Aku tersenyum sendiri. Seorang ibu akan memiliki pengorbanan sekecil apapun untuk anaknya. Aku membaringkan tubuh di sisi bayi Alya, mulai menyusuinya sambil menatap sepasang matanya. Ah, mata itu benar-benar seperti milikku. Subhanallah...kami bertatapan. Sangat dekat, dan mataku seolah jatuh menjadi miliknya. Aku senyum sambil memainkan genggaman tangannya yang mungil. Nak, semoga kedatanganmu membawa kebahagiaan untuk keluarga kita. Semoga kau tumbuh menjadi anak soleha yang kami banggakan. Semoga kau selalu dilindungi Allah dimanapun dan kapanpun. Amin.


Bayi Alya tertidur dengan gayanya yang manis. Aku beranjak pelan-pelan.

Nah sahabat, bagaimana pengalaman anda dengan kelahiran bayi pertama? Semoga berkesan juga yaa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah surat kecil: Bahagiakah Kau Bersamaku

Foto: dokpri N ak, ibu ingin menulis surat terbuka untukmu. Ibu ingin mengenang kembali peristiwa yang sudah kita lewati. Semoga saat membaca surat ini, hatimu akan tersentuh, dan menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Nak, saat kau lahir, apakah kau tahu, ibu sudah menjadi IBU yang bahagia.  Kau adalah bayi cantik dan sangat sehat. Terlihat dari sinar di bola matamu. Bagai bintang kejora yang indah. Kau adalah anak pertama yang kumiliki. Dua adikmu  belum  lahir saat itu. Maka bukan waktuku saja yang melimpah untukmu, tapi hatiku. Kita punya banyak kenangan yang tak bisa kusebutkan semuanya di sini. Bagaimana kalau beberapa saja yaa, Nak. A pakah kau  ingat, dulu saat kau masih balita, sehabis mandi sore ibu mendandani dirimu. Kau cantik dan wangi. Lalu kita berjalan pelan ke mulut gang, berharap berpapasan dengan kedatangan Abahmu. Abahmu datang dengan sepedanya (sepeda sang bos yang dipinjamkan kepada Abahmu. Abahmu). Saat kita sudah menemukan Abahmu, kau akan dibawanya pulang sam

Asam-asam Peda (kuliner suku Banjar)

Ikan asin peda (foto: dokpri) Dari judulnya, aku sedang tertarik membahas satu masakan istimewa suku Banjar.  Aku sendiri bisa dibilang penikmat Asam-asam Peda.  Peda adalah nama jenis ikan asin yang banyak dijumpai di Banjarmasin dan Samarinda. Dua kota ini tak terlalu berdekatan jaraknya. Beda propinsi, malah. Tetapi banyak dari penduduk asli Banjarmasin dan sekitarnya yang merantau sampai ke kota Samarinda.  Samarinda sendiri mempunyai suku asli Kutai dan Dayak. Namun oleh beberapa faktor, kota ini sudah memikat orang-orang dari berbagai penjuru untuk datang dan menetap. Jadilah suku aslinya tak terlalu tampak. Alias kalah jumlah. Itu tadi sekilas tentang orang Banjar yang merantau sampai ke Samarinda. Nah, sudah kebiasaan perantau bila harus kangen masakan dari kampung halamannya. Terutama saat rindu pulang tapi tak pulang-pulang. Dari sekian banyak kuliner suku Banjar, yang mudah dieksekusi para "perindu" salah satunya adalah si ikan Peda. Ikan Peda adalah ikan asin yang

Ibu telah Berpulang

Foto: dokpri S eperti Anda yang tengah membaca tulisan ini, aku juga tidak akan lupa tanggalnya, kapan ibu berpulang .  Ibu telah melahirkan kita ke dunia. Dan sejak saat itu ibu selalu berjuang untuk kehidupan dan kebahagiaan anak-anaknya. Apalagi aku juga seorang ibu dari tiga anak perempuan. Aku seakan paham jasa-jasa ibu. Maka insya Allah aku tidak lupa memanjatkan doa untuk ibu. Sehabis sholat, maupun di waktu aku teringat dan terkenang akan ibu.  Aku tidak tahu, apakah ini arti kehilangan , atau kesedihan , atau bakti yang terakhir . Tapi begitulah. Aku sulit membuang bayang-bayang dan kenangan tentang ibu. Gambar-gambar ibu terbang menari-nari di pelupuk mata, melayangkan khayalan ke masa lalu. "Jangan terbawa jalan-jalan setan..." pesan adik laki-lakiku. Rasa kehilangan orang yang kita cintai, seringkali dianggap wajar, dan membuat kita larut. Menangis, meratap, meraung, semata-sema karena tidak rela dan sedih secara mendalam. Tapi aku tidak menangis, tidak

Indahnya Punya Tiga Anak Perempuan

Taman Balaikota Palu Punya tiga orang anak perempuan dalam rentang 9 tahun, rasanya sungguh luar biasa  Moms . Yang pasti seru dan bahagia.  Saya juga serasa diberi tantangan menghadapi keunikan dan hasrat mereka. Alhamdulillah  dengan berjalannya waktu, trik menghadapi anak-anak perempuan yang berbeda usia ini, dapat saya kuasai. Dan berikut ringkasannya: Awali dengan memberi pengertian Tentu setiap tindakan harus diawali dengan pola pikir.  Moms  bisa menerangkan hal mana yang baik, kurang baik, tidak baik, dan hal mana yang salah, beserta alasannya.  Gunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai usia anak. Pekerjaan ini diibaratkan mengisi botol . Perlu takaran, kesabaran, bahkan berulang-ulang.   Tetapi lambat laun mereka akan mengerti. Beri waktu Hal apapun yang Moms  ajarkan kepada anak-anak, tidak akan secara express  diserap dan dilaksanakan oleh mereka. Bahkan setiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk "mencerna"nya. Ada yang cepat paham, dan ada yang membutu

Menikmati Pagi untuk Energi

Foto: Ayra Amirah Moms, sebagian kita sudah tahu benar apa manfaat bangun pagi. Bahkan sudah melakukannya. Tapi sebagian yang lain lagi, memilih "memanjangkan" jam tidurnya sampai menjelang siang.  Bangun pagi adalah awal kita beraktifitas. Ada yang ke sawah, ada yang ke sekolah, ada yang ke kantor, ataupun hanya ke pasar. Nah pertanyaannya, mengapa kita sibuk seperti itu ya, Moms ? Apakah kita sudah masuk dalam suatu lingkaran? Kita sibuk mengejar dunia, dan senang hidup penuh rencana, target, dan cita-cita. Lalu setelah sekian lama, berbulan, bertahun, bergelut seperti itu, apakah kita jadi jenuh? Bosan dan butuh liburan? Moms,   coba perhatikan. Justru ada sebagian orang lain lagi yang mempunyai waktu lebih fleksibel.  Mereka lebih "mungkin" menyapa alam. Menghayati jengkal demi jengkal. Sungguh yang Allah ciptakan itu tidak sia-sia. Lalu bagaimana cara menikmati alam yang Allah berikan untuk kita manusia?  Simpke kok Moms. Cukup melangkahkan kaki ke