Awal 2017 saat aku bertemu dan berkenalan dengan mbak Emi di kota Palu, seseorang yang usianya 12 tahun di bawahku, aku tidak menyangka suatu hari hubungan kami akan lebih dari sekedar tetangga.
Saat itu anak bungsuku baru berumur 8 bulan. Mbak Emi tampak sayang dengannya. Sering menggendongnya dan membelikan beberapa cemilan.
Tapi keakraban kami tidak berlangsung terlalu lama.
Satu setengah tahun kemudian, yaitu Juli 2018 kami dipisahkan oleh keadaan. Aku harus segera pulang kampung, karena ibu sakit keras.
Sekali-sekali kami berkomunikasi jarak jauh, tetapi agak terkendala jaringan. Apalagi setelah kepindahanku, kota Palu dilanda gempa dan sunami hebat. Komunikasi kami lebih terhambat lagi, karena mbak Emi harus mengungsi pula.
Suatu hari kami tersambung lagi. Dan dengan nada gembira, mbak Emi memberi tahu bahwa dirinya telah hamil.
Suatu hari kami tersambung lagi. Dan dengan nada gembira, mbak Emi memberi tahu bahwa dirinya telah hamil.
Alhamdulillah...akhirnya... setelah lima tahun menunggu momongan.
Beberapa nasihat pun mulai kubagikan melalui chat.
Mulai dari bagimana menjaga kondisi tubuh: dengan banyak minum air putih, banyak makan buah dan sayur, cukup istirahat, dan jangan lupa sholat.
Waktu serasa cepat berlalu. Mungkin karena aku sibuk mengurus suami dan ketiga anak perempuanku.
Waktu serasa cepat berlalu. Mungkin karena aku sibuk mengurus suami dan ketiga anak perempuanku.
Rupanya mbak Emi masih mengingatku.
Beberapa foto bayi laki-laki tampan tiba-tiba sudah dia kirimkan. Chat demi chat pun kucurahkan. Isinya masukan-masukan tentang bagaimana menjadi ibu baru. Aku ingin dia menjadi ibu yang bahagia, sekalipun tengah kerepotan dengan hadirnya si kecil. Aku menyemangatinya dan mengingatkan, bukankah dulu dia dan suaminya begitu menginginkan hadirnya si tampan ini?
Beberapa waktu yang lalu mbak Emi menelepon lagi. Dia ingin aku kembali ke Palu dan tinggal berdekatan dengannya seperti dulu. Menjadi teman sharingnya.
Beberapa waktu yang lalu mbak Emi menelepon lagi. Dia ingin aku kembali ke Palu dan tinggal berdekatan dengannya seperti dulu. Menjadi teman sharingnya.
Tetapi hidup tak semudah itu. Aku tak dapat pindah kesana sekalipun mbak Emi meyakinkan bahwa kota Palu telah berangsur pulih.
Mungkin kali ini aku agak mengecewakan hatinya, tetapi rasanya tak mungkin karena anak-anakku bersekolah dan suamiku sudah mantap dengan pekerjaannya.
Setelah beberapa hari berpikir, akhirnya kutemukan solusi, yaitu dengan menulis sebuah blog!
Dengan cara ini aku bisa menjadi temannya lagi, untuk membimbing kegalauannya, dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dia ajukan. Tidak akan ada lagi telepon terputus karena jaringan, atau suara yang putus-putus. Yess!
Semoga tulisanku ini dapat membantu, dan juga kepada sahabat blogger yang juga sedang menikmati hari-hari barunya menjadi seorang ibu yang mandiri tanpa ditemani saudara atau orang tua di tengah-tengah mereka.
Akhirnya selamat membaca...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dengan sopan.