script type= "text/javasript">if Cerita: Sang Pendidik Langsung ke konten utama

Cerita: Sang Pendidik

Musim pandemi covid 19. Ngga enak bacanya ya, moms

Tapi apapun yang Allah berikan dalam hidup kita, mesti kita terima dan berusaha jalani dengan ikhlas. 

Dan kali ini, aku akan sharing tentang dua anakku yang mendapat perlakuan berbeda, dari dua guru wali kelas yang berbeda pula. Tentunya salah satunya, tidak enak di hati, sampai menjadi bahan tulisan ini. Simak deh Moms.

Memang tidak gampang ya Moms, untuk bertahan di tengah wabah ini. Bagi kita orang dewasa saja sulit, apalagi bagi anak-anak yang biasanya banyak menghabiskan waktunya justru bukan di rumah. Sekarang, anak-anak harus menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berbeda 180 derajat.

Bagaimana pula dengan aktifitas sekolah? 

Rentetan imbas wabah corona yang mau tak mau, harus dirasakan oleh anak-anak kita adalah, terpaksa harus belajar di rumah (BDR), dan adanya pelaksanakan ujian secara  online.

Mungkin tak jadi masalah Moms, kalau sarana belajar online tadi ada dan benar-benar ada. Lho?

Ya Moms. Kita mendengar berita adanya mahasiswa bahkan anak SD, yang harus berjalan kaki naik turun gunung di hutan, bahkan mencapai 30km, melewati jalan setapak yang tak mudah, hanya demi menemukan sinyal ponsel mereka, Moms.

Atau seperti aku ini. Tinggal di area perkotaan yang lancar sinyal, tapi tak punya handphone. Tepatnya selama beberapa bulan yang lalu. 

Kami sekeluarga benar-benar tidak punya hp android untuk mengikuti kabar whatsapp grup paguyuban di sekolah yang isinya: sebagian stiker-stiker tak begitu penting, dan sebagian lagi info-info tugas  untuk anak-anak. 

Kebetulan aku mempunyai dua anak yang masih SD yang masuk dalam grup paguyuban kelasnya masing-masing. Dan disinilah drama dimulai.

Bahwa handphone kami rusak, itu adalah fakta pertama. Fakta kedua adalah, di musim pandemi ini semua maklum bahwa perekonomian negara kita jauh merosot. Dan tadinya aku sama sekali tidak merasa perlu untuk memiliki hp android yang baru. Toh murid-murid hanya harus belajar dari rumah.

 Ternyata oh ternyata, tidak sesederhana itu, Moms. 

Suatu hari, salah satu orang tua murid (sebut saja Mm J) menelepon dan mengabarkan adanya tugas sekolah. 

Dan sebagai murid peringkat terbaik di kelasnya, kedua anakku bersemangat menyelesaikan tugas demi tugas dari sekolah. 

Informasi tugas lainnya, kadang juga kuperoleh saat tak sengaja bertemu orang tua murid lain, di tempat belanja sayur mayur. 

Tidak ada yang aneh dan tidak ada yang berlebihan sejauh ini. Sekalipun tugasnya terbilang banyak, alhamdulillah kedua anakku menyelesaikannya dengan cepat.

Lalu bagaimana agar tugas-tugas tersebut sampai kepada guru wali kelasnya?

Seorang teman tadi (Mm J) bersedia membantu mengirimkan lewat handphone nya. Sementara seorang anakku lagi, dibantu seorang tetangga kami (Mm F) yang salah satu anaknya juga bersekolah di sana. 

Alhasil, mengenai tugas dari guru wali kelas, sudah menemukan solusinya. Kesulitan pertama pun teratasi.

Hari berlalu dan minggu pun berganti bulan. Tak disangka muncul kabar akan diadakannya ujian semester 2 yang akan dilaksanakan secara online. Terus terang, ini menjadi kesulitan kedua bagi kami.

Menurut kabar yang bisa dipercaya, guru wali kelas yang kumaksudkan dalam tulisan ini, sengaja memilih opsi pelaksanaan ujian secara online

Sementara ada guru lain yang memilih opsi manual, mengingat kondisi bahwa tidak semua murid atau orang tuanya memiliki sarananya. Berupa hp android yang siap dengan aplikasi dan email terdaftar. 

Di musim pandemi ini, terasa lebih sulit untuk mengganti handphone yang rusak, dengan handphone yang baru. Inilah posisi murid maupun orang tuanya yang tidak setiap guru wali kelas, mengerti dan mau memahaminya.

Akhirnya apa boleh buat, sebagai orang tua yang sangat mendukung kemajuan belajar anaknya, aku pun mengusahakan agar kedua anakku bisa mengikuti ujian kenaikan kelasnya, meskipun harus berhutang cukup besar menurut ukuran keluarga kami.

Aku mengambil keputusan, mengalah dengan keadaan. Yaitu berhutang cukup besar untuk membeli hp android yang baru, tepat dua hari menjelang pelaksanaan ujian semester. 

Alhamdulillah dalam aplikasi yang diikuti lebih dari seratus murid tersebut, salah satu anakku menduduki peringkat ke-6 dari tiga lokal yang ada, sementara anakku yang satu lagi, berada di peringkat 14 dari tiga lokal juga.

Menurut tayangan nilai, mereka masuk kategori sangat baik. Aku pun merasa bersyukur dan bahagia. Kedua anakku tidak menjadikan sia-sia pengorbanan orang tuanya. Alhamdulillah.

Tapi masalah tak berhenti sampai disini, Moms. Karena pada suatu malam, beberapa hari setelah musim ujian berakhir, salah seorang guru wali kelas mengirim pesan via grup paguyuban yang isinya meminta murid-murid yang belum mengumpulkan tugasnya, supaya segera menghubungi sang guru. 

Segera saya pun menanyakan apakah anak saya mempunyai tugas yang terlewat, mengingat beberapa lama ini kami tidak ikut menyimak berita paguyuban. Bukan karena unsur sengaja, melainkan karena handphone kami rusak😪

Rupanya guru wali kelas tersebut mempunyai rasa kemanusiaan dan pengertian yang perlu diacungi jempol👍. Beliau mau menerima alasan keterlambatan mengumpulkan tugas, bahkan ada murid yang terlambat mengikuti ujian karena informasi yang memang tak sampai.
 
Berbeda halnya dengan guru wali kelas anakku yang satu lagi, Moms. 

Saat itu aku berkomunikasi melalui whatsapp untuk meminta kebijaksanaan guru wali kelas. Mengingat sebagai ibu aku sangat ingin mendukung kedua anakku. Mereka sudah ikhlas bekerja keras untuk kemajuan belajarnya. Mereka belajar sendiri tanpa bantuan guru seperti biasanya, tetapi hanya mengandalkan materi dari buku panduan. Sekalipun dengan perasaan sepi, tanpa bertemu dan belajar bersama teman-temannya seperti dulu.

Tidak berlebihan Moms, saat kita ingin mengerti dan menghargai kerja keras anak-anak. 

Analoginya, kalau seorang teman atau seorang tetangga saja bisa perduli, mengapa aku ibunya sendiri, tidak bersikap lebih mendukung? 

Tentu aku ingin prestasi belajar anak-anakku maju dan tidak terhalang sekalipun oleh adanya musim pandemi ini. Pun anak-anak Indonesia umumnya, mempunyai hak belajar, hak menuntut pendidikan, karena mereka adalah tunas bangsa, bahkan hak mereka tersebut dilindungi oleh undang-undang.

Terus terang aku merasa miris dengan kenyataan ini, Moms. Bahwa seorang pendidik bisa mengabaikan kesempatan majunya murid di sekolah, tanpa mau tau keadaan warga negara sebagiannya terpuruk. Agak masuk akal jika saya tak berkesempatan segera membeli handphone baru, bukan? 

Apalagi aku sempat ditanggapi bahwa tugas murid bisa diserahkan saat sudah masuk sekolah kembali. Yang ternyata masa PSBB diperpanjang sampai dilaksanakannya ujian kenaikan kelas.

Lalu apa yang bisa saya lakukan, saat guru wali kelas ini lupa dengan perkataannya sendiri, sampai diselesaikannya input nilai. 

Bukan cuma lupa, tetapi juga emosional dengan mengatakan dirinya tidak menerima alasan apapun. Dan dilanjutkan dalam balasan whatsapp: "Saat ini raport sudah selesai diprint dan berada di ruang kepala sekolah. Jika masih ingin bertanya, silakan langsung dengan kepala sekolah. Saya tidak suka cara berpikir seperti ini. Atau nanti nilai anaknya akan saya rubah jadi C semua, bahkan  D."

Beberapa lama aku pun tercenung, Moms

Sebenarnya guru wali kelas ini punya pilihan  jawaban: "Maaf Bu, saya tidak bisa membantu. Karena raport sudah selesai diprint. Tapi saya yakin nilai anak ibu bagus, " bla bla bla...

Aku tidak habis pikir. Toh, Yang kusesalkan disini, guru wali kelas tidak "menagih"  tugas yang dipending guru yang bersangkutan sendiri, yang mengatakan tugas akan dikumpulkan saat sudah masuk sekolah kembali. Intinya, aku ingin memperbaiki "kecolongan" ini. Tapi justru mendapat jawaban "ngga nyambung".

Moms, apakah dengan perbedaan sikap dua guru wali kelas ini, salah satu anakku akan kosong nilai tugasnya, lalu aku harus diam saja? 

Bagaimana jika sekarang guru wali kelas malah mengancam sedemikian rupa?

Lalu apakah murid yang sudah bekerja keras untuk kemajuan belajarnya, akhirnya akan membuka raport dengan nilai C semua, bahkan D? 

Nah, demikian ceritaku.

Apakah Moms juga pernah mendapatkan perlakuan tidak adil, oleh seseorang yang memanfaatkan posisi jabatannya sekarang? Yuk sharing...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah surat kecil: Bahagiakah Kau Bersamaku

Foto: dokpri N ak, ibu ingin menulis surat terbuka untukmu. Ibu ingin mengenang kembali peristiwa yang sudah kita lewati. Semoga saat membaca surat ini, hatimu akan tersentuh, dan menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Nak, saat kau lahir, apakah kau tahu, ibu sudah menjadi IBU yang bahagia.  Kau adalah bayi cantik dan sangat sehat. Terlihat dari sinar di bola matamu. Bagai bintang kejora yang indah. Kau adalah anak pertama yang kumiliki. Dua adikmu  belum  lahir saat itu. Maka bukan waktuku saja yang melimpah untukmu, tapi hatiku. Kita punya banyak kenangan yang tak bisa kusebutkan semuanya di sini. Bagaimana kalau beberapa saja yaa, Nak. A pakah kau  ingat, dulu saat kau masih balita, sehabis mandi sore ibu mendandani dirimu. Kau cantik dan wangi. Lalu kita berjalan pelan ke mulut gang, berharap berpapasan dengan kedatangan Abahmu. Abahmu datang dengan sepedanya (sepeda sang bos yang dipinjamkan kepada Abahmu. Abahmu). Saat kita sudah menemukan Abahmu, kau akan dibawanya pulang sam

Asam-asam Peda (kuliner suku Banjar)

Ikan asin peda (foto: dokpri) Dari judulnya, aku sedang tertarik membahas satu masakan istimewa suku Banjar.  Aku sendiri bisa dibilang penikmat Asam-asam Peda.  Peda adalah nama jenis ikan asin yang banyak dijumpai di Banjarmasin dan Samarinda. Dua kota ini tak terlalu berdekatan jaraknya. Beda propinsi, malah. Tetapi banyak dari penduduk asli Banjarmasin dan sekitarnya yang merantau sampai ke kota Samarinda.  Samarinda sendiri mempunyai suku asli Kutai dan Dayak. Namun oleh beberapa faktor, kota ini sudah memikat orang-orang dari berbagai penjuru untuk datang dan menetap. Jadilah suku aslinya tak terlalu tampak. Alias kalah jumlah. Itu tadi sekilas tentang orang Banjar yang merantau sampai ke Samarinda. Nah, sudah kebiasaan perantau bila harus kangen masakan dari kampung halamannya. Terutama saat rindu pulang tapi tak pulang-pulang. Dari sekian banyak kuliner suku Banjar, yang mudah dieksekusi para "perindu" salah satunya adalah si ikan Peda. Ikan Peda adalah ikan asin yang

Ibu telah Berpulang

Foto: dokpri S eperti Anda yang tengah membaca tulisan ini, aku juga tidak akan lupa tanggalnya, kapan ibu berpulang .  Ibu telah melahirkan kita ke dunia. Dan sejak saat itu ibu selalu berjuang untuk kehidupan dan kebahagiaan anak-anaknya. Apalagi aku juga seorang ibu dari tiga anak perempuan. Aku seakan paham jasa-jasa ibu. Maka insya Allah aku tidak lupa memanjatkan doa untuk ibu. Sehabis sholat, maupun di waktu aku teringat dan terkenang akan ibu.  Aku tidak tahu, apakah ini arti kehilangan , atau kesedihan , atau bakti yang terakhir . Tapi begitulah. Aku sulit membuang bayang-bayang dan kenangan tentang ibu. Gambar-gambar ibu terbang menari-nari di pelupuk mata, melayangkan khayalan ke masa lalu. "Jangan terbawa jalan-jalan setan..." pesan adik laki-lakiku. Rasa kehilangan orang yang kita cintai, seringkali dianggap wajar, dan membuat kita larut. Menangis, meratap, meraung, semata-sema karena tidak rela dan sedih secara mendalam. Tapi aku tidak menangis, tidak

Indahnya Punya Tiga Anak Perempuan

Taman Balaikota Palu Punya tiga orang anak perempuan dalam rentang 9 tahun, rasanya sungguh luar biasa  Moms . Yang pasti seru dan bahagia.  Saya juga serasa diberi tantangan menghadapi keunikan dan hasrat mereka. Alhamdulillah  dengan berjalannya waktu, trik menghadapi anak-anak perempuan yang berbeda usia ini, dapat saya kuasai. Dan berikut ringkasannya: Awali dengan memberi pengertian Tentu setiap tindakan harus diawali dengan pola pikir.  Moms  bisa menerangkan hal mana yang baik, kurang baik, tidak baik, dan hal mana yang salah, beserta alasannya.  Gunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai usia anak. Pekerjaan ini diibaratkan mengisi botol . Perlu takaran, kesabaran, bahkan berulang-ulang.   Tetapi lambat laun mereka akan mengerti. Beri waktu Hal apapun yang Moms  ajarkan kepada anak-anak, tidak akan secara express  diserap dan dilaksanakan oleh mereka. Bahkan setiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk "mencerna"nya. Ada yang cepat paham, dan ada yang membutu

Menikmati Pagi untuk Energi

Foto: Ayra Amirah Moms, sebagian kita sudah tahu benar apa manfaat bangun pagi. Bahkan sudah melakukannya. Tapi sebagian yang lain lagi, memilih "memanjangkan" jam tidurnya sampai menjelang siang.  Bangun pagi adalah awal kita beraktifitas. Ada yang ke sawah, ada yang ke sekolah, ada yang ke kantor, ataupun hanya ke pasar. Nah pertanyaannya, mengapa kita sibuk seperti itu ya, Moms ? Apakah kita sudah masuk dalam suatu lingkaran? Kita sibuk mengejar dunia, dan senang hidup penuh rencana, target, dan cita-cita. Lalu setelah sekian lama, berbulan, bertahun, bergelut seperti itu, apakah kita jadi jenuh? Bosan dan butuh liburan? Moms,   coba perhatikan. Justru ada sebagian orang lain lagi yang mempunyai waktu lebih fleksibel.  Mereka lebih "mungkin" menyapa alam. Menghayati jengkal demi jengkal. Sungguh yang Allah ciptakan itu tidak sia-sia. Lalu bagaimana cara menikmati alam yang Allah berikan untuk kita manusia?  Simpke kok Moms. Cukup melangkahkan kaki ke