Hari ini cuaca cerah namun terasa sepi. Kalau kemarin matahari malu-malu menunjukkan kehangatan sinarnya, hari ini pagi-pagi langit sudah tampak terang. Sejurus kemudian cucian di tali jemuran ikut tertimpa sinar matahari. Alhamdulillah.
Namun selaksa sepi menguasaiku.
Rasanya tak ada kicauan burung seperti hari biasanya. Tak ada suara jerit anak-anakku bermain. Sepagi ini mereka masih tidur. Tapi ralat deh...sudah jam delapan nol nol. Sudah saatnya bangun. Bukan pagi lagi, tapi menjelang siang.
Aku malah sudah selesai masak nasi dan membuat dadar telur.
Nasi hangat-hangat kuletakkan dalam kotak bekal, bersama dadar telur dan sambel di wadah lainnya. Menu sederhana. Terkadang saja berganti ikan dan sambel. Atau sesekali ada tambahan sedikit sayur. Hihi... Misua mbontot nih..
Aku ingat hari ini hari jumat. Dua anak perempuanku yang belajar online/sekolah daring, hari ini mendapat jadwal siang dua-duanya, sehabis sholat jumat. Biarlah mereka molor sedikit lagi, biar puas tidurnya. Tak lama lagi saat sekolah berjalan normal, anak-anak tak bisa santuy lagi. Tak bisa bermanja-manja dan molor bangunnya. Segala bentuk aturan dan disiplin pasti ditegakkan lagi. Hehe...
Di antara ibu-ibu paguyuban sekolah, tadinya aku termasuk yang ketat kalau soal peraturan dan disiplin. Tentang memakai seragam sekolah, mengisi pe-er, sampai tentang jajan di kantin. Apa saja yang boleh, dan apa yang tidak boleh mereka beli dari kantin.
Pada akhirnya, terlintas juga kalau aku ngga mau dibilang ibu killer oleh anak-anakku sendiri. Di rumah, aku ibarat jam beker bagi anak-anak. Mulai dari jam bangun pagi, jam makan, jam mandi, jam mematikan tv pada malam sebelum tidur, belum lagi jam rehat pegang hp. Duh duh...
Pernah sih, aku memberi tahu mereka mengapa seorang ibu lebih terkesan bawel tetapi seorang ayah tidak. Sedikit membela diri dari rasa takut dibenci anak-anakku sendiri. Di waktu yang lain ganti aku yang bertanya, mau ngga kalau diriku jadi ibu yang pendiam untuk mereka.
Haha...mereka langsung menggeleng juga.
Mendampingi anak-anak tumbuh dari hari ke hari, bisa diibaratkan menanam pohon dan menunggu pohon tersebut berbunga lalu berbuah. Setiap hari ditengok, disiram, dipupuk, diberi pagar biar ngga diceker ayam, sampai akhirnya bisa menjadi pohon yang kokoh dan berbuah banyak.
Rasa tak sabar pasti ada. Kepengen mereka cepat besar dan bermetamorfosa menjadi gadis cantik dan cerdas. Ingin mereka jadi anak sholeha. Ingin yang baik-baik menyertai mereka. Demikian doa seorang ibu di akhir sholatnya. Tak terasa basah juga mata ini.
Selain tak ingin menjadi ibu killer aku juga tak ingin membuat kepala mereka terasa "penuh" dengan berbagai pesan, nilai, dan aturan tentang hidup.
Jadi, suatu hari aku mampir ke rumah orang tua murid. Ibu cantik ini mempunyai dua anak laki-laki. Anak pertama sudah SMP dan anak kedua masih SD, sekelas dengan anak pertamaku.
Tadinya aku hanya ingin memberi tahu cara "mengambil" nomor ponsel guru bahasa Inggris dari grup bidang study, karena si ibu perlu menghubungi guru tersebut.
Mengejutkan untuk ukuran ibu sepertiku, saat aku tahu apa yang mereka lakukan di rumahnya.
Si ibu sibuk mengobrol dengan tamunya di dapur, sedang kedua anaknya di kamar asyik main game online, pada jam belajar online. Huff...
Ternyata oh ternyata, ini juga yang membuat beberapa tugas sekolahnya abai. Chat dari guru tentang tayangan hasil belajar, termonitor oleh setiap anggota grup paguyuban dan grup bidang study.
Tepok jidat aku jadinya.
Apakah karena tak ingin kepala anak terasa "penuh", seorang ibu perlu sering-sering berkata iya boleh... kepada anaknya?
Apakah mendisiplinkan anak mempunyai terlalu banyak resiko, sehingga seorang ibu perlu mengalah termasuk tidak belajar pada jam belajar, dan tidak mengirimkan tugas sementara 39 murid lainnya sudah mengirimkan tugas?
Anak-anak tidak bisa dipaksa untuk pintar Bu...tiap anak kemampuan otaknya tidak sama...
Demikian argumen si ibu. Di rumah kecil mereka aku hanya bisa tersenyum.
Aku merasa ngeri.
Berapa usia Indonesia saat ini? Lalu ada berapa kasus pendidikan seperti ini?
Menjelang HUT kemerdekaan negara ini, di masa pandemi sekarang ini, tunas-tunas negeri hanya seperti ini.
Ya Allah...tolong beri semangat dan kekuatan untuk kami bisa mengisi kemerdekaan, yang dulu dicapai dengan segala perjuangan, amin...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dengan sopan.