Apa yang ada di benak moms, saat membaca info di grup orang tua murid di sekolah, salah satu dari mereka mengalami kecelakaan dan pendarahan?
Iya, langkah pertama aku langsung menelepon.
Kubayangkan wajah pesakitan ibu Dania akan sedikit senang manakala ada yang bertanya tentang keadaannya. Semakin kita berempati, kesusahan orang lain akan semakin terobati. Ah, indahnya persahabatan.
Dan saat seseorang menjawab teleponku di ujung sana, ternyata suara mungil putri ibu Dania, Bella.
"Mama di rumah sakit tante...mama kecelakaan...mama dijahit dagunya..."
Alangkah nestapa gadis kecil sahabat anakku ini. Entah siapa yang menemaninya di rumah, saat semua orang fokus ke arah rumkit.
"Itu tante...mama sudah pulang... mobilnya sudah datang..." pekik suaranya dengan nada gembira.
"Ya udah nak...disambut dulu mamanya yaa...dibantu mamanya..."
Telpon segera ditutup, tanpa jawaban.
Aku menarik nafas, pikiranku melayang. Sebegini benar, tugas seorang ibu.
Yang kutahu ibu Dania seorang pekerja keras. Pagi-pagi ia sudah bertanya link absen padaku. Katanya ia akan mengirim absen sebelum berangkat kerja. Sekalipun anak-anak belajar online nya siang hari. Lalu setiap pagi bu Dania mengirimkan laporan di grup sekolah. Sementara aku tak perduli tentang laporan. Tak pernah mengirimkan laporan.
Sebenarnya aku belum terlalu lama mengenal ibu Dania. Tepatnya, baru pada acara pembagian raport kelas yang lalu. Dengan nada akrab ia menyapaku.
Foto: |
"Mama Asmi... juara satu lagi Asmi?"
Aku mengiyakan, seraya memperlihatkan dua bingkisan kecil dari sekolah untuk anakku.
"Alhamdulillah Bu... Bella bagaimana, bagus nilainya?"
"Yaa...begini aja mama Asmi...sesuai kemampuannya..." sahut ibu Dania sambil sekilas memperlihatkan nilai rapor anaknya, Bella.
Selanjutnya kami tak pernah bertemu lagi.
Dengan adanya pandemi kali ini, sekolah-sekolah di seluruh negeri tak boleh belajar dengan bertatap muka. Melainkan belajar daring. Bahkan pekerja-pekerja di seluruh dunia, bisa dibilang off berbulan-bulan. Mereka hanya bisa work form home. Tapi tidak untuk ibu Dania. Ia tetap berjuang untuk perekonomian keluarganya. Apalagi sang suami teemasuk yang "dirumahkan".
Hari berikutnya, aku kembali menyentuh nomer ibu Dania di layar ponsel. Berdering untuk beberapa detik, tapi tak ada jawaban.
Aku memutuskan tak mengulang panggilan, khawatir ia sedang istirahat tak boleh diganggu.
Upss...ponselku justru berirama saat aku meninggalkannya di meja. Terbaca nama ibu Dania di sana.
"Halo Bu..." sahutku.
"Mama Asmi...aku sakit...aku jatuh dari motor..." suara lemah di seberang.
"Trus...bagaimana keadaannya Bu..."
"Kedengarannya ibu begitu lemah yaa..."
"Engga mama Asmi....aku ngga bisa buka mulut lebar-lebar..."
"Dagu dijahit...wajahku bengkak..." suara ibu Dania terdengar sedikit diperbaiki dari sebelumnya.
"Aku ngajarin anak pertamaku naik motor..." suaranya sedikit meringis.
"Suamiku bilang Rio sudah mulai bisa di turunan...nyatanya kami malah terjungkal...mama Asmi..."
Aku membayangkan dengan sedikit bergidik.
Ada turunan lumayan terjal dekat kompleks rumah mereka. Katanya rem motor tiba-tiba dol tidak bisa digunakan. Ibu Dania tak ingat apa-apa lagi katanya. Saat ia sadar, darah sudah penuh di wajah dan pakaiannya sebelum dilarikan ke rumah sakit.
Tak banyak yang kukatakan usai menyimak ceritanya. Hanya dukungan dan beberapa saran agar bengkak di wajah dan beberapa bagian tubuhnya cepat turun, dan keadaan bu Dania cepat membaik. Hanya sebaris semangat dan doa yang begitu tulus untuk seorang sahabat.
Sekali ini aku menahan nafas sambil memejam...lalu membuangnya pelan.
Betapa kerja seorang ibu untuk keluarganya. Betapa usaha seorang ibu untuk anak-anaknya. Betapa cinta seorang wanita untuk orang-orang yang disayanginya.
Semua ini tak mudah. Tapi insya Allah menjadi sedekah, amin.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dengan sopan.